Skip to main content

Trust

Ada kisah tentang rumah tangga menyedihkan akhir-akhir ini. Membuatku tahu kenapa trust menjadi begitu sulit dan langka. Seperti barang mahal yang tak bisa dibeli di setiap rumah tangga. Dikesampingkan seolah tak lagi ada nilainya. Orang yang siap memelihara trust pun menjadi tak banyak jumlahnya, jarang bisa ditemui dewasa ini. Barangkali karena godaan di era milenial yang membabi-buta. Menghantui segala sisi. Fakta di lapangan menyebutkan, keimanan tak cukup menjadi pegangan. 

Trust, bangunan kokoh yang mudah sekali jatuh dengan sekali hentakan. Trust ibarat kaca yang telah retak tak peduli seberapa keras kau mencoba merekatkan, bekas retakan tetap tergurat. Trust adalah bekal yang tak boleh kau lupa di perjalanan panjang bernama rumah tangga. Sebuah kejadian rumput tetangga yang kukira hijau warnanya padahal ia hanya rumput buatan penuh kepalsuan, membuatku berpikir keras. Bertanya lagi ke dalam hatiku, sejauh apa aku mampu mempertahankan sebuah hubungan dengan tekad trust yang aku miliki? Atau seberapa besar hatiku memberi pemakluman jika trust yang aku punya diluluhlantakkan oleh ia yang kupercaya menjalin kedekatan denganku? 

Lalu aku tahu, tak semua orang terpilih kokoh dengan prinsip trust-nya. Bahkan mereka yang menjalin rumah tangga adem ayem, bahkan mereka yang ketawa ketiwi bersama pasangan di media sosial, bahkan mereka yang menahun menjalin ikatan pernikahan. Trust adalah milik siapa saja dan bisa jadi luka bagi siapa saja. Sekalinya hilang, tak akan kembali. Bahkan tak semudah itu memberi kesempatan kedua. Jika ada yang setulus hati mengungkapkan trust pada kita, harusnya itu adalah kekuatan dan dorongan untuk berhati-hati jangan sampai melukai. Sebab, ada masanya, seberapa kuatpun kita mencoba, yang kita sakiti tak akan kembali. Jangankan kembali sesekali menengok ke belakang-pun enggan. Bisa jadi ia merajut masa depan indah dan naasnya masa depannya bukan dengan kita. 

Comments

Popular posts from this blog

Mini Project : Dari Pesisir Untuk Peradaban

Ada satu family project keluarga #PeisirPeradaban yang diinisiasi bersama suami dan hampir kami lakukan berdua setiap pekannya. Kami yang lahir dan besar di dua poros maritim berbeda di sudut Nusantara, ingin sekali mempersembahkan sesuatu untuk dunia kemaritiman. Meski sederhana dan receh.  Seiring berjalannya waktu, kami ingin gerakan sederhana ini turut diikuti banyak keluarga hingga menggerakkan sebanyak mungkin manusia Indonesia. Sebab kami tahu, untuk misi menyelesaikan ini semua kami membutuhkan banyak tangan yang peduli dan siap tergerakkan. Project ini adalah sebuah aksi dalam menjaga laut dimulai dari kota kami, kota Bitung, pesisir maritim Sulawesi Utara. Menurut mantan Menteri Kementerian dan Kelautan, Ibu Susi Pujiastuti ada 3,2 juta ton sampah plastik dalam setahun di laut Indonesia. Kalau tidak diselesaikan, maka 2030 akan lebih banyak plastik daripada ikan.  Judul : Dari Pesisir Untuk Peradaban Deskripsi Project : Sebagai wila...

Dari Aku Untuk Kamu, With Love

Bismillahirrahmanirrahim ,  Untuk kamu yang tersayang, terima kasih sudah meninggalkan kenangan perkenalan yang teramat berkesan. Obrolan kita yang mengasyikkan dan pembawaan kamu yang menyenangkan, sungguh gak pernah aku sangka, bahwa yang belum dikenal dekat, justru bisa terasa begitu hangat.  Apakabar, Mbak? Aku dari Bogor menyapa. Mungkin jarak membentang dan kita tak mampu saling bertatap memang bagian dari cerita kita, tapi aku yakin langit tempatmu berpijak adalah langit sama yang aku amati hari ini, langit sama di bumi yang kita pijaki detik ini. Aku ingin menyemangatimu, menyemangati penjelajahan kita yang terjal berliku, yang penuh kejutan. Aku ingin hadir untuk membuatmu paham bahwa persahabatan bisa dimulai dari perkenalan sederhana, seperti kita di hutan belantara Kupu Cekatan ini. Nanti, Mbak, nanti, kita sama-sama bermetamorfosis menjadi kupu yang cantik jelita. Nanti, Mbak, nanti, semua tentang kita menjadi cerita perjalanan, dikenang sepanjang usia...

Sesuatu Tentang February First

Alhamdulillah, sekian tahun masih berjumpa dengan February First. Hari dimana, syukur selalu membuncah dan tanya mengangkasa ke langit. Mencoba mencari makna di balik kerahasiaan ketetapanNya. Aku bersyukur atas kesempatan islah yang Allah berikan, sekaligus mencari jawaban tentang, 'Apakah ada keberkahan atas berkurangnya usia?', 'Apakah ada kebaikan atasnya?', 'Apakah aku menua dalam kemuliaan?', 'Apakah aku layak untuk segala kesempatan?' February First adalah refleksiku, tempatku bercermin menengok lagi ke dalam diri. Aku tak merayakannya, sebab tak ingin aku menyerupai suatu kaum, golongan yang berpesta pora atas berkurangnya usia. Duh, seandainya Allah memberi tahu batas usia kita, apakah masih bisa kita tertawa-tawa merayakannya? Aku jamin tidak, karena akan disibukkan kita dengan beramal tanpa henti. Maka itulah, dijadikan olehNya ghoib, agar yang memberi usaha terbaik adalah yang terbaik. Makin bertambah hari, makin berkurang usia. Semoga tidak ...