Skip to main content

Outstanding Peformance

Di perkuliahan Bunda Sayang Institut Ibu Profesional ini, perolehan Badge tertinggi adalah Badge Outstanding Performance. Badge yang akan diperoleh mahasiswinya jika mengerjakan tantangan 17 hari berturut-turut tanpa loncat hari maupun rapel. Kedengarannya sederhana padahal pada prosesnya memperoleh badge OP tidaklah semudah itu. Kita membutuhkan konsistensi yang tinggi dan juga komitmen yang kuat dari dalam diri. Tanpa itu, maka hampir tidak mungkin mencapai target 17 hari dengan berbagai macam tantangan. 

Hari ini, untuk kesepuluh kalinya, aku memperoleh Badge Outstanding Performance. Di penghujung perkuliahan, aku banyak merenung. Salah satunya adalah, apakah badge ini penting untuk kekejar? Ataukah sia-sia tanpa output perkuliahan Bunda Sayang? Benarkah OP yang sedang kucoba taklukkan? Ataukah, harusnya aku menjadi lebih baik setelah perkuliahan usai? Mau jadi apa aku setelahnya? Seyogyanya, 11 bulan ditempa harusnya menjadikan aku lebih berkualitas, bukan? Lalu, sejauh apa OP menjadi tolok ukur kemajuan diriku? 

Banyak pertanyaan yang menggantung di kepalaku hari ini. Yang kemudian menghantarkan aku pada kesimpulan demi kesimpulan malam ini. 

Badge itu tak ada artinya, tanpa aku menjadi lebih baik karenanya. Yang menilai aku bukanlah semua nilai di atas kertas. Yang menilaiku adalah Tuhan, diriku dan orang-orang di sekitarku. Badge tidak menentukan kemuliaan, tidak bisa menjadi acuan apapun. Dengan atau tanpa badge harusnya mampu menghadirkan perubahan signifikan dalam diri juga meningkatkan kualitas diriku sebagai perempuan pada umumnya dan istri serta calon ibu pada khususnya. Percayalah, badge hanya akan sekedar badge tanpa ada perubahan di dalamnya. Suatu hari, orang bahkan aku akan terlupa prestasi yang aku peroleh selama mengikuti perkuliahan. Tapi, harusnya, jejak kebaikannya akan terus menjadi bagian dari kehidupanku dalam menjalani peran terbaikku. 

Untuk itulah aku di sini. Seharusnya begitu. Semoga saja demikian. 

Bitung 140320

Comments

Popular posts from this blog

Mini Project : Dari Pesisir Untuk Peradaban

Ada satu family project keluarga #PeisirPeradaban yang diinisiasi bersama suami dan hampir kami lakukan berdua setiap pekannya. Kami yang lahir dan besar di dua poros maritim berbeda di sudut Nusantara, ingin sekali mempersembahkan sesuatu untuk dunia kemaritiman. Meski sederhana dan receh.  Seiring berjalannya waktu, kami ingin gerakan sederhana ini turut diikuti banyak keluarga hingga menggerakkan sebanyak mungkin manusia Indonesia. Sebab kami tahu, untuk misi menyelesaikan ini semua kami membutuhkan banyak tangan yang peduli dan siap tergerakkan. Project ini adalah sebuah aksi dalam menjaga laut dimulai dari kota kami, kota Bitung, pesisir maritim Sulawesi Utara. Menurut mantan Menteri Kementerian dan Kelautan, Ibu Susi Pujiastuti ada 3,2 juta ton sampah plastik dalam setahun di laut Indonesia. Kalau tidak diselesaikan, maka 2030 akan lebih banyak plastik daripada ikan.  Judul : Dari Pesisir Untuk Peradaban Deskripsi Project : Sebagai wila...

Sesuatu Tentang February First

Alhamdulillah, sekian tahun masih berjumpa dengan February First. Hari dimana, syukur selalu membuncah dan tanya mengangkasa ke langit. Mencoba mencari makna di balik kerahasiaan ketetapanNya. Aku bersyukur atas kesempatan islah yang Allah berikan, sekaligus mencari jawaban tentang, 'Apakah ada keberkahan atas berkurangnya usia?', 'Apakah ada kebaikan atasnya?', 'Apakah aku menua dalam kemuliaan?', 'Apakah aku layak untuk segala kesempatan?' February First adalah refleksiku, tempatku bercermin menengok lagi ke dalam diri. Aku tak merayakannya, sebab tak ingin aku menyerupai suatu kaum, golongan yang berpesta pora atas berkurangnya usia. Duh, seandainya Allah memberi tahu batas usia kita, apakah masih bisa kita tertawa-tawa merayakannya? Aku jamin tidak, karena akan disibukkan kita dengan beramal tanpa henti. Maka itulah, dijadikan olehNya ghoib, agar yang memberi usaha terbaik adalah yang terbaik. Makin bertambah hari, makin berkurang usia. Semoga tidak ...

Hari Guru dalam Kisahku

Facebook mengingatkan momen ini,  five years ago  (terima kasih Mr. Mark untuk fitur nostalgia yang satu ini). Aku ingat, menghabiskan  in total  delapan tahun waktu mengajar. Awalnya, mengajar anak-anak Madrasah Ibtidaiyah sejak aku semester tiga hingga lulus kuliah. Sampai aku menjadi kesayangan dosen teaching karenanya. Di semester lima, ketika teman-teman sekelas grogi bukan main saat praktik PPL 1 yang mengharuskan kita mengajar di depan kelas, aku malah mengajar dengan rileksnya seolah mengajar murid-murid MI-ku. Lulus kuliah, aku mengajar di dua sekolah berbeda. Di MA, selama dua tahun dan di SMK lima tahun lamanya. Tepat Juni 2018, aku gantung seragam atas permintaan suamiku. Sebelum pandemi, aku masih memberi les untuk anak-anak di rumah,  for free . Orang tua memberi infaq seadanya untuk keperluan membeli buku bacaan anak-anak dalam dua bahasa. Aku happy, karena mengetahui dengan jelas, itu semua adalah passion- ku. Bahkan, yang paling kuingat, wa...