Facebook mengingatkan momen ini, five years ago (terima kasih Mr. Mark untuk fitur nostalgia yang satu ini). Aku ingat, menghabiskan in total delapan tahun waktu mengajar. Awalnya, mengajar anak-anak Madrasah Ibtidaiyah sejak aku semester tiga hingga lulus kuliah. Sampai aku menjadi kesayangan dosen teaching karenanya. Di semester lima, ketika teman-teman sekelas grogi bukan main saat praktik PPL 1 yang mengharuskan kita mengajar di depan kelas, aku malah mengajar dengan rileksnya seolah mengajar murid-murid MI-ku.
Lulus kuliah, aku mengajar di dua sekolah berbeda. Di MA, selama dua tahun dan di SMK lima tahun lamanya. Tepat Juni 2018, aku gantung seragam atas permintaan suamiku. Sebelum pandemi, aku masih memberi les untuk anak-anak di rumah, for free. Orang tua memberi infaq seadanya untuk keperluan membeli buku bacaan anak-anak dalam dua bahasa. Aku happy, karena mengetahui dengan jelas, itu semua adalah passion-ku. Bahkan, yang paling kuingat, waktu duduk di bangku SMA kelas X, aku dimintai guruku menggantikan beliau yang sedang rapat untuk mengajar Fisika di tiga kelas berbeda tapi seangkatan. Aku nervous bukan main. Bagaimana tidak, yang aku ajar adalah teman-teman yang dahulunya sekelas denganku di kelas binsus zaman SMP. Aku jelas tahu persis kemampuan mereka. Mungkin bermula dari situ, passionku tumbuh.
Selama mengajar di SMK, aku pernah meraih peringkat kedua score tertinggi UKG (Ujian kompetensi Guru) bahasa Inggris tingkat SMK se-kota Bitung yang peringkat pertamanya diraih Kepala Sekolah di salah satu SMK. Aku mendapat golden ticket mengikuti program Sulut Smart yang diinisiasi Gubernur dan diikuti guru-guru peraih score UKG tiga besar se-provinsi Sulawesi Utara dari jenjang SD hingga SMK. Aku menjadi guru mata pelajaran Bahasa inggris termuda yang hadir di sana. Dari sana, aku mengembangkan metode pengajaran dan ujian masa kini based on paperless, yang membuat pengawas ujian memintaku membuat pelatihan tentang itu.
Jadi jika ditanya dengan semua yang kuraih apa resign itu sungguh berat? Oh jelas, sungguh teramat berat. Tapi bukannya tidak bisa sama sekali dilakukan. Once I got married, life isn't always about mine. Ada yang lain, yang jauh lebih spesial dari semua yg kuraih. Awalnya, masa beradaptasi di bulan-bulan pertama teramat sulit. Suamiku yang helping hand, membantuku melaluinya dengan cantik. After resign, semua yang awalnya kukhawatirkan musnah. Rezekiku alhamdulillah berlipat membaik, aku lebih rileks karena sejujurnya, beban amanah sebagai bendahara sekolah pernah membuatku amat tertekan.
Jika ditanya, am I stopping now? Of course not, nothing can stop me. 🤓 Aku hanya memberi diriku space, untuk berkarya di ranah lain dengan value yang kupunya. I'm still teaching myself how to teach and I'm extremely happy. Aku berharap, ilmuku bisa bermanfaat untuk akhiratku. Untuk siapapun dan dimanapun, semoga aku bisa menebar manfaat.
Happy teacher's day untuk seluruh pemangku amanah mulia dan juga untuk mereka yang dirumahkan dengan cinta sepertiku. Berharap semangat mengajar dan belajar tak pernah luntur, we are still the ones with different way.
Salam hormat,
Arribath Hanifah
Comments
Post a Comment