Skip to main content

Pelajaran Hari Ini

Sepanjang perjalanan dari rumah orang tua ke rumah kontrakan kami, airmataku seketika tumpah tak terbendung. Di atas motor dibonceng suamiku, aku menangis tersedu. Bahkan sembari mengetik ini, aku masih sedih dan tanganku bergetar. Ada hal dilematis belakangan ini. Tentang pentingnya social distancing agar terhindar dari virus hingga pengaruhnya pada perekonomian. Sebagian ada yang diberikan banyak pilihan, dan beberapa dari mereka mengambil pilihan bodoh dengan berlibur di saat hampir pemerintah seluruh Indonesia meliburkan siswanya 14 hari. Ada sebagian yang hampir tak memiliki pilihan. Di saat yang lain bisa work from home, ada juga yang hanya bisa mengais rezeki dengan keluar rumah. Ada banyak sekali mereka di Indonesia ini. Orang-orang yang serba kebingungan. Jika tak bekerja maka anak dan istrinya tak bisa makan. Tapi jika bekerja ancaman virus dimana-mana. Perekonomian negara kita tak tidak kaya-kaya banget ini, bahkan diperparah dengan pandemi global seperti ini.

Hatiku meringis. Sedih sekali rasanya membayangkan banyak tulang punggung keluarga di republik ini yang tetap harus keluar rumah, tetap berada di keramaian, tetap bertahan di tengah ancaman virus mematikan ini. Jadi, kumohon, jangan jadikan ini semua lelucon. Jangan jadikan virus ini guyonan. Sungguh perih rasanya membayangkan, di tertawa terbahak-bahak kita, ada tangis terisak di sudut-sudut kotor dan bau di negara ini. Kumohon untuk pintarlah berempati. Jika tak mampu membantu dengan moril maupun materil, cukup berdo'a memohon kepada Allah untuk menyudahi kiamat kecil ini. Barangkali ini semua datang sebagai ujian karena keangkuhan kita. Padahal jika Allah uji sedikit saja pada sesuatu yang tak kasat mata seperti ini, kita telah kalah. Lalu, keangkuhan apa yang masih merajai diri? 

Astaghfirullah
Semoga siapapun kalian, Allah lindungi.

AH - Maret 2020

Comments

Popular posts from this blog

Mini Project : Dari Pesisir Untuk Peradaban

Ada satu family project keluarga #PeisirPeradaban yang diinisiasi bersama suami dan hampir kami lakukan berdua setiap pekannya. Kami yang lahir dan besar di dua poros maritim berbeda di sudut Nusantara, ingin sekali mempersembahkan sesuatu untuk dunia kemaritiman. Meski sederhana dan receh.  Seiring berjalannya waktu, kami ingin gerakan sederhana ini turut diikuti banyak keluarga hingga menggerakkan sebanyak mungkin manusia Indonesia. Sebab kami tahu, untuk misi menyelesaikan ini semua kami membutuhkan banyak tangan yang peduli dan siap tergerakkan. Project ini adalah sebuah aksi dalam menjaga laut dimulai dari kota kami, kota Bitung, pesisir maritim Sulawesi Utara. Menurut mantan Menteri Kementerian dan Kelautan, Ibu Susi Pujiastuti ada 3,2 juta ton sampah plastik dalam setahun di laut Indonesia. Kalau tidak diselesaikan, maka 2030 akan lebih banyak plastik daripada ikan.  Judul : Dari Pesisir Untuk Peradaban Deskripsi Project : Sebagai wila...

Sesuatu Tentang February First

Alhamdulillah, sekian tahun masih berjumpa dengan February First. Hari dimana, syukur selalu membuncah dan tanya mengangkasa ke langit. Mencoba mencari makna di balik kerahasiaan ketetapanNya. Aku bersyukur atas kesempatan islah yang Allah berikan, sekaligus mencari jawaban tentang, 'Apakah ada keberkahan atas berkurangnya usia?', 'Apakah ada kebaikan atasnya?', 'Apakah aku menua dalam kemuliaan?', 'Apakah aku layak untuk segala kesempatan?' February First adalah refleksiku, tempatku bercermin menengok lagi ke dalam diri. Aku tak merayakannya, sebab tak ingin aku menyerupai suatu kaum, golongan yang berpesta pora atas berkurangnya usia. Duh, seandainya Allah memberi tahu batas usia kita, apakah masih bisa kita tertawa-tawa merayakannya? Aku jamin tidak, karena akan disibukkan kita dengan beramal tanpa henti. Maka itulah, dijadikan olehNya ghoib, agar yang memberi usaha terbaik adalah yang terbaik. Makin bertambah hari, makin berkurang usia. Semoga tidak ...

Hari Guru dalam Kisahku

Facebook mengingatkan momen ini,  five years ago  (terima kasih Mr. Mark untuk fitur nostalgia yang satu ini). Aku ingat, menghabiskan  in total  delapan tahun waktu mengajar. Awalnya, mengajar anak-anak Madrasah Ibtidaiyah sejak aku semester tiga hingga lulus kuliah. Sampai aku menjadi kesayangan dosen teaching karenanya. Di semester lima, ketika teman-teman sekelas grogi bukan main saat praktik PPL 1 yang mengharuskan kita mengajar di depan kelas, aku malah mengajar dengan rileksnya seolah mengajar murid-murid MI-ku. Lulus kuliah, aku mengajar di dua sekolah berbeda. Di MA, selama dua tahun dan di SMK lima tahun lamanya. Tepat Juni 2018, aku gantung seragam atas permintaan suamiku. Sebelum pandemi, aku masih memberi les untuk anak-anak di rumah,  for free . Orang tua memberi infaq seadanya untuk keperluan membeli buku bacaan anak-anak dalam dua bahasa. Aku happy, karena mengetahui dengan jelas, itu semua adalah passion- ku. Bahkan, yang paling kuingat, wa...