Skip to main content

Khawatir (2)

Pandemi ini hampir menguras stok kebahagiaan yang aku miliki. Aku sampai membatasi interaksi media sosial, menahan jariku untuk tidak bergegas mengklik berita-berita yang berseliweran di segala platform sosial mediaku. Aku yang sempat khawatir berkepanjangan, perlahan mulai pulih dan bersemangat lagi. Salah satunya karena drama adik bungsuku insyaaAllah telah berakhir. 

Di tengah pandemi ini, ia yang berada paling jauh dari rumah jelas menyulut khawatir. Jauh-jauh sebelum Sulawesi Utara termasuk daerah pandemi, Jogjakarta telah lebih dulu mengumumkan status wilayahnya. Seminggu setelahnya, ia mengabarkan penuh kekecewaan bahwa ia harus pulang karena situasi di sana tak memungkinkan ia untuk bertahan. Jogjakarta resmi mengeluarkan edaran untuk warga berKTP non-DIY agar mempercepat mudik sebelum 5 April atau menundanya hingga 1 Juli. Waktu yang lumayan panjang. Membayangkan ia berada di tengah kebingungan padahal Ramadhan insyaaAllah sebentar lagi menyapa maka kami memutuskan untuk memulangkannya ke Sulawesi Utara. 

Ia diharuskan mengalah. Jadwal ujian sidang thesis April ini terpaksa harus ditunda dan terancam dilaksanakan secara online. Ia juga kecewa. Alih-alih membawa ijazah Master, ia malah dipulangkan karena situasi yang menyedihkan ini. Kami semua membesarkan hatinya. Meyakinkan ia bahwa, segalanya insyaaAllah akan baik-baik saja selama ia sehat dan kuat. Pulang saat ini adalah pilihan terbaik yang harus kita ambil. 

Kita juga mencari tahu, SOP kepulangan famili dari daerah terpapar pandemi. Hasil yang kami temukan, per satu April semua yang datang akan dikarantina oleh Pemprov. Kami sungguh tak apa karena ingin taat prosedur. Yang terpenting sekarang, memulangkan ia di tengah kita dengan selamat dan sehat. 

Dua hari sebelum kepulangannya ia jatuh sakit. Pergi ke klinik karena radang tenggorokan menurut diagnosa dokter. Ia demam dan batuk. Demam dan batuk di situasi ini tentu amat sangat tidak menguntungkan bukan? Bisa-bisa ia tidak diizinkan terbang dengan keadaan demikian. Makanya kita memotivasinya agar sembuh. Besoknya berkabar sudah agak baikan. Kita tetap menyuruh untuk beristirahat, berjemur dan minum rimpang yang menyehatkan. 

Ia berangkat dari Yogjakarta International Airport dengan tubuh fit dan suhu badan 33,5°. Normal. Tantangan selanjutnya cukup mengusik pikiran. Pesawat dialihkan dari harusnya Batik menjadi Lion. Alasannya karena rute penerbangan yang salah. Sebagai kompensasi dari pihak Lion, adikku dan teman-temannya tidak perlu membayar bagasi. Pesawat yang mereka tumpangi, transit ke Makassar sebelum ke tujuan akhir, Manado. Di Makassar setelah cukup lama menanti, masuk ke ruang tunggu bermodalkan boarding pass. Nah disitulah mesin membaca adik bungsuku itu demam. Yang lain kuning sementara alat mendeteksi ia merah sendirian. Ia ditahan Avsec. Diperiksa. Suhunya tinggi. 39,5°. Tidak normal. Disitulah cerita sedih menyayat hati dimulai hanya satu jam sebelum keberangkatan. Melalui sambungan telepon ia cerita bahwa ia ditempatkan di ruang isolasi karena demam. Diberi vitamin sama dokter. Difoto untuk dokumentasi. Dituliskan surat oleh dokter jaga. Tapi sebelum itu, ia bercerita bahwa salah seorang petugas Avsec wanita menyimpulkan dengan jahatnya bahwa ia telah terjangkit Corona. Adikku jelas tak terima. Alasan apa yang bilang begitu, padahal diperiksapun belum. Adikku bilang sembari menantang untuk tidak menyebarkan hoax apalagi saat itu banyak sekali calon penumpang yang melihat ke arahnya. Ditekan secara psikis sendirian, membuat ia semakin nervous dan demam. Padahal adikku sudah menunjukkan obat yang diberikan dokter ketika ia periksa di Yogja tempo hari. Ia mengabari sembari pasrah. Jika demamnya tidak turun hingga jadwal ia naik pesawat maka, ia harus diisolasi di Makassar selama dua hari dengan serangkaian pemeriksaan sebelum akhirnya pulang. Tiket akan ditanggung pihak Bandara jadi ia tidak perlu khawatir. 

Kami shocked dan terpukul. Tidak tega membayangkan ia berjuang sendirian. Di kota asing, di tengah situasi ini, di antara prasangka dan dugaan, di antara orang-orang yang tidak mengenalnya. Sendirian? Ohh hati kami nyeri sekali rasanya. 

(Bersambung di part 3)

Comments

Popular posts from this blog

Mini Project : Dari Pesisir Untuk Peradaban

Ada satu family project keluarga #PeisirPeradaban yang diinisiasi bersama suami dan hampir kami lakukan berdua setiap pekannya. Kami yang lahir dan besar di dua poros maritim berbeda di sudut Nusantara, ingin sekali mempersembahkan sesuatu untuk dunia kemaritiman. Meski sederhana dan receh.  Seiring berjalannya waktu, kami ingin gerakan sederhana ini turut diikuti banyak keluarga hingga menggerakkan sebanyak mungkin manusia Indonesia. Sebab kami tahu, untuk misi menyelesaikan ini semua kami membutuhkan banyak tangan yang peduli dan siap tergerakkan. Project ini adalah sebuah aksi dalam menjaga laut dimulai dari kota kami, kota Bitung, pesisir maritim Sulawesi Utara. Menurut mantan Menteri Kementerian dan Kelautan, Ibu Susi Pujiastuti ada 3,2 juta ton sampah plastik dalam setahun di laut Indonesia. Kalau tidak diselesaikan, maka 2030 akan lebih banyak plastik daripada ikan.  Judul : Dari Pesisir Untuk Peradaban Deskripsi Project : Sebagai wila...

Dari Aku Untuk Kamu, With Love

Bismillahirrahmanirrahim ,  Untuk kamu yang tersayang, terima kasih sudah meninggalkan kenangan perkenalan yang teramat berkesan. Obrolan kita yang mengasyikkan dan pembawaan kamu yang menyenangkan, sungguh gak pernah aku sangka, bahwa yang belum dikenal dekat, justru bisa terasa begitu hangat.  Apakabar, Mbak? Aku dari Bogor menyapa. Mungkin jarak membentang dan kita tak mampu saling bertatap memang bagian dari cerita kita, tapi aku yakin langit tempatmu berpijak adalah langit sama yang aku amati hari ini, langit sama di bumi yang kita pijaki detik ini. Aku ingin menyemangatimu, menyemangati penjelajahan kita yang terjal berliku, yang penuh kejutan. Aku ingin hadir untuk membuatmu paham bahwa persahabatan bisa dimulai dari perkenalan sederhana, seperti kita di hutan belantara Kupu Cekatan ini. Nanti, Mbak, nanti, kita sama-sama bermetamorfosis menjadi kupu yang cantik jelita. Nanti, Mbak, nanti, semua tentang kita menjadi cerita perjalanan, dikenang sepanjang usia...

Sesuatu Tentang February First

Alhamdulillah, sekian tahun masih berjumpa dengan February First. Hari dimana, syukur selalu membuncah dan tanya mengangkasa ke langit. Mencoba mencari makna di balik kerahasiaan ketetapanNya. Aku bersyukur atas kesempatan islah yang Allah berikan, sekaligus mencari jawaban tentang, 'Apakah ada keberkahan atas berkurangnya usia?', 'Apakah ada kebaikan atasnya?', 'Apakah aku menua dalam kemuliaan?', 'Apakah aku layak untuk segala kesempatan?' February First adalah refleksiku, tempatku bercermin menengok lagi ke dalam diri. Aku tak merayakannya, sebab tak ingin aku menyerupai suatu kaum, golongan yang berpesta pora atas berkurangnya usia. Duh, seandainya Allah memberi tahu batas usia kita, apakah masih bisa kita tertawa-tawa merayakannya? Aku jamin tidak, karena akan disibukkan kita dengan beramal tanpa henti. Maka itulah, dijadikan olehNya ghoib, agar yang memberi usaha terbaik adalah yang terbaik. Makin bertambah hari, makin berkurang usia. Semoga tidak ...