Skip to main content

Khawatir

Aku tidak bisa membohongi diri. Di tengah pandemi ini aku didera banyak kekhawatiran. Yang demi dihempaskan selega-leganya, tempo hari kutulis daftar panjangnya. 

Aku khawatir sebab adik ipar dan keponakanku akan pulang ke Manado usai sebulan lebih di Sidoarjo dan mampir beberapa kota demi sebuah urusan. Sidoarjo juga merupakan lokasi pandemi dengan status zona merah. Kepulangan mereka alhamdulillah melegakan walau mereka harus menjalani karantina mandiri selama 14 hari dengan status ODP. 

Aku khawatir sebab tak semua orang memiliki situasi yang sama perihal work from home. Beberapa pejuang nafkah harus tetap keluar rumah demi menafkahi keluarganya. Beberapa tak mampu menyetok makanan di rumahnya, seperti para panic buyer lakukan di situasi pandemi ini. Keadaan finansial setiap orang berbeda kan. Aku turut berempati soal ini. 

Aku khawatir karena setelah simpang siur sekian lama tentang perihal mudik, akhir Maret kemarin turun edaran resmi dari pemerintah yang menghimbau para abdi negara untuk tidak melakukan perjalanan mudik menjelang Idul Fitri. Tiket yang terlanjur kita booking akhirnya dibatalkan. Kitapun resmi mengajukan refund dan alhamdulillah kita menerima pengembalian 90%. Tak apa 10% kita korbankan. Anggap saja ucapan terima kasih kepada maskapai karena telah membuat kita sempat bahagia karena mau mudik, hehehe

Aku khawatir soal keluargaku yang jauh di sana. Selain rindu yang amat mendalam, aku juga memikirkan situasi mereka dalam menghadapi pandemi ini. 

Aku khawatir dengan semua pihak yang terdampak corona. Para tenaga medis, para keluarga pasien, para pejuang nafkah, dan siapapun yang terdampak hal ini. Kala itu, tanpa tahu harus berbuat apa. Hanya sedih dan khawatir. 

Aku khawatir dengan keluargaku. Adikku yang bekerja di kota sebelah dan yang bontot menempuh studi di pulau seberang. Puncaknya ketika yang bungsu mengabarkan keharusan pulang karena Jogjakarta akan ditutup hingga bulan Juli mendatang. Belum lagi segala dramanya ketika hendak pulang yang akan aku ceritakan di tulisan berikutnya. 

Aku khawatir hanya bisa khawatir tanpa mampu berbuat apapun. Padahal aku sungguh ingin bergerak dan berbuat. Tujuanku demi bangkit dari segala kekhawatiran. Khawatir boleh. Tapi, aku yakin aku bisa melakukan lebih baik daripada ini. Rencana kususun dan aku siap menyambut hari bahagia di tengah pandemi ini. Aku juga wajib menguatkan imunku, bukan? 

Comments

Popular posts from this blog

Mini Project : Dari Pesisir Untuk Peradaban

Ada satu family project keluarga #PeisirPeradaban yang diinisiasi bersama suami dan hampir kami lakukan berdua setiap pekannya. Kami yang lahir dan besar di dua poros maritim berbeda di sudut Nusantara, ingin sekali mempersembahkan sesuatu untuk dunia kemaritiman. Meski sederhana dan receh.  Seiring berjalannya waktu, kami ingin gerakan sederhana ini turut diikuti banyak keluarga hingga menggerakkan sebanyak mungkin manusia Indonesia. Sebab kami tahu, untuk misi menyelesaikan ini semua kami membutuhkan banyak tangan yang peduli dan siap tergerakkan. Project ini adalah sebuah aksi dalam menjaga laut dimulai dari kota kami, kota Bitung, pesisir maritim Sulawesi Utara. Menurut mantan Menteri Kementerian dan Kelautan, Ibu Susi Pujiastuti ada 3,2 juta ton sampah plastik dalam setahun di laut Indonesia. Kalau tidak diselesaikan, maka 2030 akan lebih banyak plastik daripada ikan.  Judul : Dari Pesisir Untuk Peradaban Deskripsi Project : Sebagai wila...

Dari Aku Untuk Kamu, With Love

Bismillahirrahmanirrahim ,  Untuk kamu yang tersayang, terima kasih sudah meninggalkan kenangan perkenalan yang teramat berkesan. Obrolan kita yang mengasyikkan dan pembawaan kamu yang menyenangkan, sungguh gak pernah aku sangka, bahwa yang belum dikenal dekat, justru bisa terasa begitu hangat.  Apakabar, Mbak? Aku dari Bogor menyapa. Mungkin jarak membentang dan kita tak mampu saling bertatap memang bagian dari cerita kita, tapi aku yakin langit tempatmu berpijak adalah langit sama yang aku amati hari ini, langit sama di bumi yang kita pijaki detik ini. Aku ingin menyemangatimu, menyemangati penjelajahan kita yang terjal berliku, yang penuh kejutan. Aku ingin hadir untuk membuatmu paham bahwa persahabatan bisa dimulai dari perkenalan sederhana, seperti kita di hutan belantara Kupu Cekatan ini. Nanti, Mbak, nanti, kita sama-sama bermetamorfosis menjadi kupu yang cantik jelita. Nanti, Mbak, nanti, semua tentang kita menjadi cerita perjalanan, dikenang sepanjang usia...

Sesuatu Tentang February First

Alhamdulillah, sekian tahun masih berjumpa dengan February First. Hari dimana, syukur selalu membuncah dan tanya mengangkasa ke langit. Mencoba mencari makna di balik kerahasiaan ketetapanNya. Aku bersyukur atas kesempatan islah yang Allah berikan, sekaligus mencari jawaban tentang, 'Apakah ada keberkahan atas berkurangnya usia?', 'Apakah ada kebaikan atasnya?', 'Apakah aku menua dalam kemuliaan?', 'Apakah aku layak untuk segala kesempatan?' February First adalah refleksiku, tempatku bercermin menengok lagi ke dalam diri. Aku tak merayakannya, sebab tak ingin aku menyerupai suatu kaum, golongan yang berpesta pora atas berkurangnya usia. Duh, seandainya Allah memberi tahu batas usia kita, apakah masih bisa kita tertawa-tawa merayakannya? Aku jamin tidak, karena akan disibukkan kita dengan beramal tanpa henti. Maka itulah, dijadikan olehNya ghoib, agar yang memberi usaha terbaik adalah yang terbaik. Makin bertambah hari, makin berkurang usia. Semoga tidak ...