Skip to main content

Tidak Salah Alamat

Pernah tidak ada keinginan membeli sesuatu lalu ternyata yang menjual itu berjejer? Apakah kiranya yang menggerakkan kaki kita berhenti di satu tempat lantas membeli sesuatu itu di sana? Yakin semata hanya keinginan kita? Atau memang semua atas kehendak Allah? 

Harusnya kita sering menelaah tentang ini. Bahwa yang menggerakkan bukan cuma keinginan kita semata, tapi ada Allah yang menjadi penentu pada akhirnya. Kadang, di antara penjual yang menjual barang yang sama tapi berjejer itu, ada pelajaran keimanan yang kita petik. Tentang penjual buah yang sama berjejer di satu tempat, tentang alfamart indomaret yang ada di hampir setiap lima meter, tentang pemilik rumah makan Lamongan yang buka bersebelahan, counter hape dan pulsa yang buka bersamaan ada keyakinan yang harusnya telah tuntas. 

Tentang rezeki yang tak pernah salah alamat. Tak pernah mengetuk pintu yang salah. Rezeki itu mutlak hak Allah. Bukan sesuatu yang bisa kita ganggu gugat. Jika keyakinan ini tuntas, maka tak ada lagi ketakutan dalam hati kita soal orang lain yang mencoba meniru usaha yang sama. Berniaga berarti melapangkan hati kita, meyakini bahwa Allah sebaik-baik penjamin rezeki. Jangan khawatir, semua kita punya jatahnya. Yang membedakan, cara kita menjemputnya.

Arribath Hanifah.
Bitung, 8 Maret 2020

Comments

Popular posts from this blog

Mini Project : Dari Pesisir Untuk Peradaban

Ada satu family project keluarga #PeisirPeradaban yang diinisiasi bersama suami dan hampir kami lakukan berdua setiap pekannya. Kami yang lahir dan besar di dua poros maritim berbeda di sudut Nusantara, ingin sekali mempersembahkan sesuatu untuk dunia kemaritiman. Meski sederhana dan receh.  Seiring berjalannya waktu, kami ingin gerakan sederhana ini turut diikuti banyak keluarga hingga menggerakkan sebanyak mungkin manusia Indonesia. Sebab kami tahu, untuk misi menyelesaikan ini semua kami membutuhkan banyak tangan yang peduli dan siap tergerakkan. Project ini adalah sebuah aksi dalam menjaga laut dimulai dari kota kami, kota Bitung, pesisir maritim Sulawesi Utara. Menurut mantan Menteri Kementerian dan Kelautan, Ibu Susi Pujiastuti ada 3,2 juta ton sampah plastik dalam setahun di laut Indonesia. Kalau tidak diselesaikan, maka 2030 akan lebih banyak plastik daripada ikan.  Judul : Dari Pesisir Untuk Peradaban Deskripsi Project : Sebagai wila...

Sesuatu Tentang February First

Alhamdulillah, sekian tahun masih berjumpa dengan February First. Hari dimana, syukur selalu membuncah dan tanya mengangkasa ke langit. Mencoba mencari makna di balik kerahasiaan ketetapanNya. Aku bersyukur atas kesempatan islah yang Allah berikan, sekaligus mencari jawaban tentang, 'Apakah ada keberkahan atas berkurangnya usia?', 'Apakah ada kebaikan atasnya?', 'Apakah aku menua dalam kemuliaan?', 'Apakah aku layak untuk segala kesempatan?' February First adalah refleksiku, tempatku bercermin menengok lagi ke dalam diri. Aku tak merayakannya, sebab tak ingin aku menyerupai suatu kaum, golongan yang berpesta pora atas berkurangnya usia. Duh, seandainya Allah memberi tahu batas usia kita, apakah masih bisa kita tertawa-tawa merayakannya? Aku jamin tidak, karena akan disibukkan kita dengan beramal tanpa henti. Maka itulah, dijadikan olehNya ghoib, agar yang memberi usaha terbaik adalah yang terbaik. Makin bertambah hari, makin berkurang usia. Semoga tidak ...

Hari Guru dalam Kisahku

Facebook mengingatkan momen ini,  five years ago  (terima kasih Mr. Mark untuk fitur nostalgia yang satu ini). Aku ingat, menghabiskan  in total  delapan tahun waktu mengajar. Awalnya, mengajar anak-anak Madrasah Ibtidaiyah sejak aku semester tiga hingga lulus kuliah. Sampai aku menjadi kesayangan dosen teaching karenanya. Di semester lima, ketika teman-teman sekelas grogi bukan main saat praktik PPL 1 yang mengharuskan kita mengajar di depan kelas, aku malah mengajar dengan rileksnya seolah mengajar murid-murid MI-ku. Lulus kuliah, aku mengajar di dua sekolah berbeda. Di MA, selama dua tahun dan di SMK lima tahun lamanya. Tepat Juni 2018, aku gantung seragam atas permintaan suamiku. Sebelum pandemi, aku masih memberi les untuk anak-anak di rumah,  for free . Orang tua memberi infaq seadanya untuk keperluan membeli buku bacaan anak-anak dalam dua bahasa. Aku happy, karena mengetahui dengan jelas, itu semua adalah passion- ku. Bahkan, yang paling kuingat, wa...