Ada kisah tentang rumah tangga menyedihkan akhir-akhir ini. Membuatku tahu kenapa trust menjadi begitu sulit dan langka. Seperti barang mahal yang tak bisa dibeli di setiap rumah tangga. Dikesampingkan seolah tak lagi ada nilainya. Orang yang siap memelihara trust pun menjadi tak banyak jumlahnya, jarang bisa ditemui dewasa ini. Barangkali karena godaan di era milenial yang membabi-buta. Menghantui segala sisi. Fakta di lapangan menyebutkan, keimanan tak cukup menjadi pegangan.
Trust, bangunan kokoh yang mudah sekali jatuh dengan sekali hentakan. Trust ibarat kaca yang telah retak tak peduli seberapa keras kau mencoba merekatkan, bekas retakan tetap tergurat. Trust adalah bekal yang tak boleh kau lupa di perjalanan panjang bernama rumah tangga. Sebuah kejadian rumput tetangga yang kukira hijau warnanya padahal ia hanya rumput buatan penuh kepalsuan, membuatku berpikir keras. Bertanya lagi ke dalam hatiku, sejauh apa aku mampu mempertahankan sebuah hubungan dengan tekad trust yang aku miliki? Atau seberapa besar hatiku memberi pemakluman jika trust yang aku punya diluluhlantakkan oleh ia yang kupercaya menjalin kedekatan denganku?
Lalu aku tahu, tak semua orang terpilih kokoh dengan prinsip trust-nya. Bahkan mereka yang menjalin rumah tangga adem ayem, bahkan mereka yang ketawa ketiwi bersama pasangan di media sosial, bahkan mereka yang menahun menjalin ikatan pernikahan. Trust adalah milik siapa saja dan bisa jadi luka bagi siapa saja. Sekalinya hilang, tak akan kembali. Bahkan tak semudah itu memberi kesempatan kedua. Jika ada yang setulus hati mengungkapkan trust pada kita, harusnya itu adalah kekuatan dan dorongan untuk berhati-hati jangan sampai melukai. Sebab, ada masanya, seberapa kuatpun kita mencoba, yang kita sakiti tak akan kembali. Jangankan kembali sesekali menengok ke belakang-pun enggan. Bisa jadi ia merajut masa depan indah dan naasnya masa depannya bukan dengan kita.
Comments
Post a Comment