Tamatnya drama pemecah belah bangsa, 6 Desember kemarin ini, cukup melegakan untuk mengembalikan Indonesia damai 2020. Lelah rasanya melihat perdebatan yang lebih drama mengalahkan drama itu sendiri di segala platform media sosial.
Dimulai dengan plot yang strong, writernim kehilangan kendali cerita di pertengahan drama. Mengubah banyak asumsi kita yang berharap bahwa ceritanya akan lebih fokus tentang bisnis rintisan, starter up, lama kelamaan malah lebih fokus pada loveline pemeran utamanya yang belibet. Well, yes, gak bisa dipungkiri kalau loveline drakor dimana-mana pasti belibet. Yang menggemaskan lagi, aku tidak tahu penggemar drakor musiman macam apa yang ikut-ikutan into drakor belakangan pasca kita semua diharuskan jadi tim mager di rumah aja. Yang jelas, reaksinya terlalu berlebihan dalam menikmati sebuah suguhan drama. Kenapa tidak mencoba rileks dengan menerima apapun keputusan writernim di akhir drama, enjoy the plot, dan tidak menyimpan sentimen berlebihan sama aktornya in real life? Drama dibuat untuk hiburan, kalau dinikmati sambil emosian, waduh bukan hiburan lagi dong. Mending matikan TV dan drama selesai.
Yang aku suka dari drama korea salah satunya adalah unpredictable story, yang sering kali berseberangan dengan keinginan kita sabagai penonton. Yang menarik juga, second lead syndrome, dimana kita sering lebih condong tertarik dengan pemeran pendukung ketimbang pemeran utamanya. Kecenderungan ini yang mengakibatkan kekecewaam jika keinginan kita tak sejalan dengan keinginan writernim. But, yaaa, enjoy the drama adalah cara kita menghibur diri kan ya. Percaya deh, di drama selanjutnya yang kita tonton, drama kemarin sudah tidak penting lagi. Kemarin, aku lihat di situs profil penulis skenario Start Up, yang juga penulis drama populer seperti Dream High, Pinnochio, I Can Hear Your Voice, While You Were Sleeping dan lain-lain, tak luput dari hujatan netizen baperan. Yang bikin ngakak, si netizen baper mengancam, tidak akan menonton karya si writernim lagi untuk selamanya. Buahahahaahahaha, ngakak banget kan. Baper kok sampe ke penulis skenario. Emang pentingkah lu nonton apa kagak drama doi? Lucu juga baca komen netizen Indonesia di akun instagram pemeran cowok utamanya, 'jangan sok ganteng lu ya' buahahahaha. Kan lucu bacanya. Kalau dia emang ganteng, kalau gak gitu yaa gak jadi artis bambang, mau apa lu. Wkwkwkw. Jadi yang paling lucu dari the whole story of this drama adalah reaksi penonton yang kocak.
Kalau aku, hampir selalu naik kapal yang tepat di setiap drama yang kutonton. Jadi lebih sering terbebas dari perasaan kecewa jika ternyata keinginanku tidak sesuai dengan ending drama itu. Contoh drama populer, reply series, Reply 1988. Pasti banyak yang menginginkan Dok Sun menikah dengan Jungpal melihat perjuangan Jungpal sejak awal, bertahun-tahun memendam perasaan. Aku tentu tidak. Aku adalah tim Choi Taek sejak awal sebelum bahkan aku tahu mereka akan saling jatuh cinta. Aku setuju dengan Jungpal, bahwa cinta itu juga adalah tentang right timing. Jadi tim Han Ji Pyeong, tidak peduli betapa dalam perasaan, berapa lama mencintai, seberapa banyak pengorbanan, kalau kita tidak menemukan waktu yang tepat maka semua ambyar.
Sama seperti aku adalah tim Nam Do San since the very beginning, sejak namanya dicomot Ji Pyeong dari surat kabar demi menulis surat kepada Dal Mi kecil. I know, kadang takdir meramu dengan cantik sebuah pertemuan, sebuah perkenalan. Aku juga kesengsem dengan perjuangannya, mengajak start over new dari nol, dari kucel hingga glow up, tetap berjuang meski saiber adalah cinta pertama si cewek, apalagi si saiber tajir melintir, mentor pulak dalam bisnis. Kalau ada yang iba dengan si mentor yang tidak bisa expressed his feeling well, tentu bukan salah Do San kan yang berani berjuang dengan perasaanya? Bukankah si mentor juga yang menjembatani takdir keduanya? Bukankah ia yang memulai dengan sisi pengecutnya? Bukankah bangsa ini udah khatam soal teori menikung bakal jodoh orang? Kalau gak ditikung dalam doa yaa ditikung dalam usaha. Waktu? harta? Tahta? Tidak ada artinya jika hati sudah tahu kemana harus berlabuh. Mau punya tangan yang suka menolong Dal Mi, tangan yang suka mengaduk mie Dal Mi, tapi kalau Dal Mi memilih menggenggam tangan besar yang lain, kita bisa apa? Terima kenyataan saja kalau begitu, hihi.
Well, nikmati aja suguhan dramanya. Ambil hikmahnya, kalaupun ada. Jangan lebay, jangan baperan. Drama kehidupan lebih ngenes dari drama apapun. Esok lusa, jika drama lain muncul, pasti akan move on. Jangan terpecah belah oleh drama, cukup terpecah belah karena bubur diaduk dan gak diaduk, wkwkwk.
Peminat drakor dan bumbunya,
Arri
Comments
Post a Comment